Kajian Hukum Tata Pemerintahan mencakup dua aspek yaitu aspek yang luas dan
sempit. Kedua aspek itu melihat Hukum Tata Pemerintahan dari fokus perhatian
yakni obyek penelitiannya. Aspek yang Luas: melihat Hukum Tata Pemerintahan
sebagai sebagai obyek yang berorientasipada pengertian Hukum Tata Pemerintahan
yang identik dengan lapangan tugas pemerintahan sedangkan obyek yang sempit
adalah yang tidak identik.
Idendifikasi sedemikian ini, maka pemberian Pengertian hukum Tata
Pemerintahan terbagi dalam 2 (dua) pengertian yaitu :
1. Hukum Tata Pemerintahan Heteronom adalah semua aturan hukum yang
mengatur tentang organisasi pemerintahan negara. Hukum Tata
Pemerintahan yang merupakan bagian dari hukum Tata Negara.
2. Hukum Tata Pemerintahan Otonom adalah aturan-aturan hukum yang dibuat
oleh aparat pemerintah yang sifatnya istimewa, baik aturan yang sifatnya
sepihak maupun aturan yang bersifat dua pihak. atau hukum yang
dibuat oleh aparatur pemerintah atau oleh para administrasi negara.
Hukum Tata Pemerintahan Heterenom dalam kajiannya berada pada konteks
tugas-tugas pemerintah berkaitan dengan akibat-akibat hukum yang
ditimbulkannya, termasuk didalamnya aspk hukum dalam kehidupan organisasi
pemerintahan seperti organisasi pemerintahan negara dalam hal hubungan hukum
lembaga-lembaga negara dan berbagai kompetensi hukum kelembagaan organisasi
pemerintahan negara; organisasi pemerintahan daerah dalan kaitan hukum otonomi
daerah; dan akibat-akibat hukum dalam organisasi pemerintahan desa dan
kelurahan. Juga menyangkut aspek hukum dalam menyelesaikan pertentangan
kepentingan pemerintah dengan warga yang diayomi atau penyelesaian suatu
sengketa akibat dari suatu perbuatan pemerintah.
Sedangkan Hukum Tata pemerintahan yang Otonom adalah adalah hukum yang
dibuat dan atau diciptakan oleh aparatur pemerintah dalan rangka pelaksanaan
tugas seperti; Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Gubernur,
Peraturan Bupati/Walikota.
Didalam mempelajari Hukum Tata Pemerintahan Heteronom akan terkait aspek
hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan, sementara penyelenggaraan
pemerintahan suatu negara akan ditentukan oleh tipe negara.
Pada tipe welfare state (negara kesejahteraan), lapangan pemerintahan
semakin luas. Hal ini disebabkan semakin luasnya tuntutan campur tangan pemerintah
dalam kehidupan masyarakat. Tugas pemerintah dalam tipe negara demikian ini,
oleh Lemaire (1952) disebut sebagai Bestuurzorg. Ini dimaksudkan bahwa dalam
penyelenggaraan kesejahteraan umum, kepada aparatur pemerintah memiliki hak
istimewa yang disebut Freies Ermessen, yaitu kepada aparatur pemerintah
diberikan kebebasan untuk atas inisiatif sendiri melakukan perbuatan-perbuatan
guna menyelesaikan persoalan yang mendesak dan peraturan penyelesaiannya belum
ada. Dengan hak yang demikian itu maka aparatur pemerintah dapat membuat
peraturan yang diperlukan. Dari sini terlihat bahwa dengan hal istimewa
menyebabkan fungsi aparatur pemerintah dalam Wefare State ini bukan saja
berfungsi sebagai badan eksekutif tetapi juga sudah berfungsi sebagai badan legilatif.
Sebagai konsekwensinya di dalam Undang-Undang Dasar 1945 hak ini pun diakui, di
dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa kepada Presiden diberikan hak untuk
menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang (Perpu).
Fungsi Presiden sebagai kepala eksekutif melakukan perbuatan dibidang
legislatif, yang dalam Tata Negara disebut delegasi perundang-undangan, dengan
tujuan : mengisi kekosongan dalam undang-undang, mencegah kemacetan dalam
bidang pemerintahan, dan para aparatur pemerintah dapat mencari kaidah-kaidah
baru dalam lingkungan undang-undang atau sesuai dengan jiwa undang-undang.
Didalam Hukum Tata Pemerintahan Heteronom dipelajari pula hal-hal yang
menyangkut leability, responsibility dan accountability. Leability menuntut
tanggung jawab aparatur pemerintah terhadap hukum. Artinya dalam melaksanakan
tugas para aparatur pemerintah dituntut untuk berbuat sesuai aturan hukum yang
berlaku, dituntut untuk mempertahankan keberlakukan aturan hukum. Begitu pula
dengan responsibility para aparatur pemerintah dituntut tanggung jawabnya dalam
pelaksanaan tugas dalam batas-batas pendelegasian wewenangan yang pada
gilirannya dapat melahirkan hubungan hukum antara yang memberi dan menerima
wewenang. Accontability menunut para aparatur negara bertanggung jawab atas
segala kegiatan dan tugas yang diemban. Di dalam kerangka itulah maka konteks
hubungan hukum terjelma dalam tuntutan dan realisasi tuntutan.
Ketiga hal tersebut ini bukan saja menjadi suatu keharusan dimiliki oleh
setiap aparatur pemerintah tetapi justru menjadi dasar dari kekuasaan para
aparatur pemerintah di dalam berbuat dan bertindak. Kalau berbicara tentang
kekuasaan aparatur pemerintah, maka sumber kekuasaan berasal dari sumber
kekuasaan yang tertinggi yang ada pada setiap negara. Kekuasaan demikian itu
diartikan sebagai kedaulatan yang ada pada setiap negara. Kekuasaan yang
berasal dari kedaulatan adalah disebut kekuasaan publik yaitu suatu kekuasaan
yang tidak dapat dilawan oleh siapapun kecuali melalui aturan hukum yang bersifat
khusus atau yang bersifat istimewa. Aturan-aturan yang sifatnya istimewa inilah
yang menjadi isi dari aturan Hukum Tata Pemerintahan baik itu dalam konteks
yang heteronom maupun dalm konteks yang otonom.
Dalam konteks yang heteronom, isi Hukum Tata Pemerintahan adalah
aturan-aturan hukum yang mengatur tentang organisasi pemerintahan negara mulai
dari tingkat pemerintah pusat sampai pada tingkat pemerintahan desa dan
kelurahan termasuk didalamnya kaitan atas hal-hal tersebut diatas. Sedangkan
dalam konteks yang otonom, maka isi Hukum Tata Pemerintahan adalah
aturan-aturan hukum yang dibuat oleh aparatur pemerintah baik itu bersifat
pengaturan sepihak sebagaimana ketetapan maupun pengaturan dua pihak
sebagaiaman telah dijelaskan sebelumnya. Semua aturan yang dimaksud adalah
bersifat istimewa atau yang bersifat khusus.
0 komentar:
Posting Komentar