MASALAH sampah di Samarinda dan juga kota-kota lain di Indonesia
sepertinya tidak pernah habis-habisnya, Selalu saja muncul dari
hari-keharinya tanpa pernah putus. Berbagai metode penanganan sudah
dicoba dan diterapkan, tetapi tetap saja tidak terselesaikan. Sampah
berhamburan di jalan, di taman, dan parit serta sungai. Kenapa sampah
berhamburan di tempat umum tetapi tidak di dalam rumah?
BEBERAPA
orang Samarinda sepertinya berpikir bahwa tempat umum adalah tempat
milik bersama dimana semua orang bebas untuk berbuat apa saja tanpa ada
yang melarang ataupun marah kalau dikotori. Pemikiran itu semakin
menjadi-jadi dengan kenyataan bahwa mereka dipungut oleh pihak
pemerintah kota di saat membayar rekening air minum PDAM, sehingga
rasanya 'kurang sreg' kalau tidak memanfaatkan sebaik-baiknya petugas
kebersihan itu.
Tidak dapat timbul perasaan kasihan si pembuang
sampah kepada sesama manusia, bahwa sampah yang berhamburan ataupun
menumpuk tidak pada tempatnya akan sangat mengganggu perasaan orang lain
yang melihat ataupun mencium baunya, yang jika menumpuk di parit akan
menyebabkan banjir bagi rumah yang lebih rendah, dan akan membuat
petugas kebersihan kerepotan untuk mengambilnya.
Tidak dapat
dipungkiri, sampah yang bertebaran di Kota Samarinda adalah sampah dari
'kemajuan zaman' seperti bungkus plastik makanan ringan, bungkus rokok
dan puntungnya, botol dan gelas minuman, dan yang paling banyak adalah
tas plastik 'kresek' yang begitu mudahnya untuk diperoleh buat
membungkus semua yang bisa dibungkus, mulai dari barang-barang kering
kecil hingga bubur ayam panas!
Yang membuang 'sampah kemajuan
zaman' dengan sembarangan ini juga terdiri dari berbagai manusia
Samarinda, dari anak kecil yang baru bisa belajar makan hingga orang
tua, mulai dari profesi 'pengangguran' hingga kepada yang menganggap
dirinya 'ahli lingkungan', mulai dari yang tidak bersekolah hingga
mahasiswa! Sehingga sangat sulit kalau kebersihan itu dikatakan
berhubungan dengan tingkat pendidikan, dimana semakin tinggi pendidikan
seseorang maka akan semakin baik juga perilakunya dalam membuang sampah.
Perilaku buruk beberapa warga Samarinda sepertinya didukung
pula dengan kurangnya fasilitas untuk penampungan sampah. Warga
Samarinda yang berada di pelosok, seperti yang berada di jalan antara
Samarinda dan Tenggarong, dengan rajinnya 'pamer sampah' di pinggir
jalan dikarenakan tidak adanya bak sampah dan mobil sampah yang akan
mengambil sampah mereka.
Sementara lain lagi dengan penduduk
yang bermukim di hulu Sungai Karang Asam ataupun di hulu Sungai Karang
Mumus. Dengan 'pintarnya' mereka membuang sampah ke sungai untuk menjadi
'pemandangan indah' di bagian hilir sungai yang justru tepat melalui
tengah kota. Ketiadaan tempat sampah ini juga bisa kita lihat di
perempatan Mall Lembuswana, baik di jembatan penyebarangan maupun di
halte tempat menunggu angkot, tidak ada satupun tersedia tempat sampah.
Makanya menjadi suatu pemandangan ironis, dimana terdapat baliho Bapak
Walikota dengan ajakan untuk membuang sampah di tempatnya, justru di
dalam parit di depan baliho itu ataupun di folder di belakang baliho itu
bertebaran dengan 'indah' sampah dengan berbagai bentuk untuk menunggu
dibersihkan (kalau sempat) atau hanyut disaat banjir.
Memang
sulit untuk mengumpulkan sampah jika beberapa orang yang tak 'sopan'
dalam membuang sampah itu menghamburkan sampahnya di semua tempat
sesukanya. Mungkin sebaiknya petugas kebersihan tidak hanya melakukan
razia seperti di tempat penumpukan saja dengan waktu dan tempat
tertentu, tetapi dengan cara berpatroli dan denda di tempat kepada para
pembuang sampah sembarangan seperti yang efektip dilakukan oleh petugas
polantas terhadap pelanggar peraturan di jalan raya. Kalau hanya
mengharapkan kesadaran warga saja, rasa-rasanya sulit untuk mencapai
Kota Samarinda yang bersih dan bebas sampah, tanpa ada pengawasan yang
efektip dan tindakan tegas dalam bentuk hukuman.
Di depan Kantor
Gubernur di Jalan Gajah Mada saya ada lihat percontohan bak sampah untuk
memisahkan sampah berdasarkan jenisnya, seperti yang pernah saya lihat
di Jepang. Memang ide yang bagus untuk memisahkan sampah, tetapi tidak
didukung dengan mekanisme yang baik dalam pengumpulan dan pembuangannya.
Kalaupun sampah tadi telah dipisahkan sesuai dengan jenisnya,
toh petugas kebersihan akan memungutnya dan mencampur-aduknya di mobil
sampah, ataupun jika didahului oleh pemulung maka dialah yang bertugas
mendaur-ulang dan mengaduk-aduk sampah tadi. Berbeda dengan di Jepang,
hari pembuangan dan pengumpulan sampah dibedakan berdasarkan jenis
sampahnya. Sampah berupa sampah mudah terbakar (moeru gomi) seperti
sampah dapur dibuang oleh rumahtangga, kantor, ataupun sekolah, yang
telah dibungkus rapi dikumpulkan 3 (tiga) kali dalam seminggu untuk
selanjutnya diangkut oleh petugas kebersihan kota ke incinerator untuk
dibakar.
Sedangkan sampah berupa botol plastik, bahan gelas,
kaleng dan sampah lainnya yang tidak terbakar (moenai gomi) yang juga
telah dikemas rapi diambil sekali dalam seminggu oleh petugas kebersihan
kota pada hari yang berbeda dan biasanya untuk didaur-ulang oleh kota
ataupun perusahaan swasta. Selain itu, limbah berupa koran, majalah, dan
kertas tua ditukar dengan tissue untuk toilet oleh pedagang kecil,
mirip seperti pembeli yang datang bergerobak di tempat kita. Sampah
elektronik tidak dibuang bebas, tetapi dengan membayar kepada perusahaan
pendaur-ulang untuk mengambilnya langsung di tempat.
Pemulung,
bank sampah, usaha kompos, ataupun pendaur-ulang untuk usaha kerajinan
tangan memang dapat mengurangi sampah penduduk Kota Samarinda, tetapi
biar bagaimanapun, dengan semakin beragamnya sampah serta volumenya yang
semakin membesar sebagai akibat kemajuan zaman, maka perlu sekali Kota
Samarinda untuk memikirkan dan merencanakan sistem pengolahan sampah
secara modern, memiliki mesin yang dapat memisahkan jenis sampah, dan
selanjutnya dapat memproses apakah menjadi energi terbarukan seperti
rumah pendekomposisi untuk menghasilkan kompos dan gas metan untuk
memasak, energi panas dari pembakaran sampah untuk menggerakkan
generator listrik mini, ataupun menjadi bahan baku plastic ataupun
logam.
Minggu, 14 Oktober 2012
Permasalahan Sampah di Samarinda
Diposting oleh Muhamad hassan abdullah di 19.23
Label: masalah perkotaan, sampah, sampah di samarinda
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar